Sajak Menjelang Subuh
Desir angin lembut lewati sela-sela
jemari kakiku. Malam itu begitu dingin seakan menguras dahaga ku. Ku langkahkan
kaki menuju sudut gelap demi secawan air. Tersentak tak berdaya akan bayang
putih melamun. Lirih, lirih, dan lirih, kini semakin lirih ia merintih. Di
kolong pintu seberkas cahaya lampu temaram menyinari keningnya. Bukan satu, dua
atau tiga kali dia menampakan wujudnya. Semenjak ku dipersususan, hingga ku
berdiri di muka pintu. Terdengar rengekan samar dari bibir tipisnya kepada
Khaliqnya di atas sajadah merah.
Aduhai, wanita paling mulia engkau wanita.
Sampai berapa lama kau bertahan di sajadah mu?
Ya, Malaikat Penjaga Pintu Langit
Tak mau kah kau buka pintu-Nya,
kelak munjat hamba-Nya sampai di sisi-Nya
Aduhai, wanita paling mulia engkau wanita.
Sampai berapa lama kau bertahan di sajadah mu?
Ya, Malaikat Penjaga Pintu Langit
Tega nian kau biarkan munajat nya mengambang di
kolong langit
Ibarat ia menjadi awan hitam menyelimuti hidupnya.
Aduhai, wanita paling mulia engkau wanita.
Sampai berapa lama kau bertahan di sajadah mu?
Ya, Malaikat Penjaga Pintu Langit
Doa apa yang ia panjatkan?
Izinkan aku mendengar pintanya kepada Khaliq-Nya.
Aduhai, wanita paling mulia engkau wanita.
Doa apa, doa apa yang engkau panjatkan?
Samar-samar ku dengar pintanya
“Ya Kholiq”
“Hamba sedzalim-dzalim makhluk”
“hamba malu, hamba takut, hamba ragu”
“Andai hamba di Firdaus-Mu kelak”
“Apa Hamba akan
jatuh pula ke Jahanam-Mu?”
“Sebab puteraku tak berada di Jalan Rasul-Mu”
“Masihkah engaku menerima sujud hamba-Mu?”
Aduhai, wanita paling mulia engkau wanita.
Sungguh, Sang Khaliq telah mendengar pintamu.
Ku bersimpuh di pangkuannya. Tangan keriputnya
mengusap rambutku. Lirih bibirnya seakan berbisik. “Aku sayang engkau, karena engkau puteraku.
Kembalilah di Telapak kaki ku, Nak !” Terlena
ku dalam buaian hingga subuh tiba.
Ya, Malaikat Penjaga Pintu Langit
Terima kasih, engkau telah membuka pintu langit
Sang Khaliq telah mengabulkan pintanya.
Aduhai, wanita paling mulia engkau wanita.
Masihkah munajatmu menguap sampai subuh tiba?
Muchamad Solichun, 22 Ramadhan 1343
H