Senin, 28 Oktober 2013

Sajak Menjelang Subuh
Desir angin lembut lewati sela-sela jemari kakiku. Malam itu begitu dingin seakan menguras dahaga ku. Ku langkahkan kaki menuju sudut gelap demi secawan air. Tersentak tak berdaya akan bayang putih melamun. Lirih, lirih, dan lirih, kini semakin lirih ia merintih. Di kolong pintu seberkas cahaya lampu temaram menyinari keningnya. Bukan satu, dua atau tiga kali dia menampakan wujudnya. Semenjak ku dipersususan, hingga ku berdiri di muka pintu. Terdengar rengekan samar dari bibir tipisnya kepada Khaliqnya di atas sajadah merah.

Aduhai, wanita paling mulia engkau wanita.
Sampai berapa lama kau bertahan di sajadah mu?

Ya, Malaikat Penjaga Pintu Langit
Tak mau kah kau buka pintu-Nya,
kelak munjat hamba-Nya sampai di sisi-Nya

Aduhai, wanita paling mulia engkau wanita.
Sampai berapa lama kau bertahan di sajadah mu?

Ya, Malaikat Penjaga Pintu Langit
Tega nian kau biarkan munajat nya mengambang di kolong langit
Ibarat ia menjadi awan hitam menyelimuti hidupnya.

Aduhai, wanita paling mulia engkau wanita.
Sampai berapa lama kau bertahan di sajadah mu?

Ya, Malaikat Penjaga Pintu Langit
Doa apa yang ia panjatkan?
Izinkan aku mendengar pintanya kepada Khaliq-Nya.

Aduhai, wanita paling mulia engkau wanita.
Doa apa, doa apa yang engkau panjatkan?

Samar-samar ku dengar pintanya

“Ya  Kholiq”
“Hamba sedzalim-dzalim makhluk”
“hamba malu, hamba takut, hamba ragu”
“Andai hamba di Firdaus-Mu kelak”
 “Apa Hamba akan jatuh pula ke Jahanam-Mu?”
“Sebab puteraku tak berada di Jalan Rasul-Mu”
“Masihkah engaku menerima sujud hamba-Mu?”

Aduhai, wanita paling mulia engkau wanita.
Sungguh, Sang Khaliq telah mendengar pintamu.

Ku bersimpuh di pangkuannya. Tangan keriputnya mengusap rambutku. Lirih bibirnya seakan berbisik. “Aku sayang engkau, karena engkau puteraku. Kembalilah di Telapak kaki ku, Nak !” Terlena ku dalam buaian hingga subuh tiba.
Ya, Malaikat Penjaga Pintu Langit
Terima kasih, engkau telah membuka pintu langit
Sang Khaliq telah mengabulkan pintanya.

Aduhai, wanita paling mulia engkau wanita.
Masihkah munajatmu menguap sampai subuh tiba?


Muchamad Solichun, 22 Ramadhan 1343 H
Sajak Menjelang Subuh
Desir angin lembut lewati sela-sela jemari kakiku. Malam itu begitu dingin seakan menguras dahaga ku. Ku langkahkan kaki menuju sudut gelap demi secawan air. Tersentak tak berdaya akan bayang putih melamun. Lirih, lirih, dan lirih, kini semakin lirih ia merintih. Di kolong pintu seberkas cahaya lampu temaram menyinari keningnya. Bukan satu, dua atau tiga kali dia menampakan wujudnya. Semenjak ku dipersususan, hingga ku berdiri di muka pintu. Terdengar rengekan samar dari bibir tipisnya kepada Khaliqnya di atas sajadah merah.

Aduhai, wanita paling mulia engkau wanita.
Sampai berapa lama kau bertahan di sajadah mu?

Ya, Malaikat Penjaga Pintu Langit
Tak mau kah kau buka pintu-Nya,
kelak munjat hamba-Nya sampai di sisi-Nya

Aduhai, wanita paling mulia engkau wanita.
Sampai berapa lama kau bertahan di sajadah mu?

Ya, Malaikat Penjaga Pintu Langit
Tega nian kau biarkan munajat nya mengambang di kolong langit
Ibarat ia menjadi awan hitam menyelimuti hidupnya.

Aduhai, wanita paling mulia engkau wanita.
Sampai berapa lama kau bertahan di sajadah mu?

Ya, Malaikat Penjaga Pintu Langit
Doa apa yang ia panjatkan?
Izinkan aku mendengar pintanya kepada Khaliq-Nya.

Aduhai, wanita paling mulia engkau wanita.
Doa apa, doa apa yang engkau panjatkan?

Samar-samar ku dengar pintanya

“Ya  Kholiq”
“Hamba sedzalim-dzalim makhluk”
“hamba malu, hamba takut, hamba ragu”
“Andai hamba di Firdaus-Mu kelak”
 “Apa Hamba akan jatuh pula ke Jahanam-Mu?”
“Sebab puteraku tak berada di Jalan Rasul-Mu”
“Masihkah engaku menerima sujud hamba-Mu?”

Aduhai, wanita paling mulia engkau wanita.
Sungguh, Sang Khaliq telah mendengar pintamu.

Ku bersimpuh di pangkuannya. Tangan keriputnya mengusap rambutku. Lirih bibirnya seakan berbisik. “Aku sayang engkau, karena engkau puteraku. Kembalilah di Telapak kaki ku, Nak !” Terlena ku dalam buaian hingga subuh tiba.
Ya, Malaikat Penjaga Pintu Langit
Terima kasih, engkau telah membuka pintu langit
Sang Khaliq telah mengabulkan pintanya.

Aduhai, wanita paling mulia engkau wanita.
Masihkah munajatmu menguap sampai subuh tiba?


Muchamad Solichun, 22 Ramadhan 1343 H